Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (purn) TNI Kivlan Zen membeberkan kenapa mantan Panglima ABRI, Jendral (Purn) TNI Wiranto begitu memusuhi Prabowo Subianto. Bahkan, berharap mantan Pangkostrad itu kalah di Pilpres 9 Juli mendatang.
Hal ini diungkap Kivlan Zen yang juga Deputi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta dalam acara diskusi nasional bertema: "Pertahanan Keamanan, Energi, Politik, Ekonomi Sosial dan Budaya dalam Kerangka NKRI" sekaligus acara buka puasa bersama di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (1/7).
Menurut purnawirawan TNI kelahiran Langsa, Aceh, 24 Desember 1946 silam ini, para jenderal senior di tubuh TNI AD, tidak suka dengan Prabowo, karenakan mantan Danjen Kopassus itu bersama alumni Akabri tahun 1971 ke atas, mendukung penuh tampuk kepemimpinan nasional diserahkan kepada sipil atau menghapus Dwi Fungsi ABRI ketika Pemerintah Indonesia kembali stabil.
Dan sesuai rencana, pengelolaan negara oleh sipil itu akan dilakukan setelah tahun 2002. Namun, sebelum rencana itu terwujud, rakyat Indonesia sudah tidak sudi dipimpin oleh Presiden Soeharto. Peristiwa Mei 98-pun pecah.
Soeharto lengser saat reformasi digemakan para mahasiswa pro demokrasi dan elemen masyarakat. "Tapi para jenderal di bawah komando Jendral Wiranto tidak suka dengan wacana tersebut, sehingga berusaha mati-matian mempertahankan Dwi Fungsi ABRI."
"Makanya pasca-kepemimpinan Pak Harto (Soeharto) yang digantikan Pak Habibie (BJ Habibie), Wiranto cs terus berusaha menyingkirkan Prabowo dengan segala cara. Saya ini saksi hidup kalau Prabowo tak terlibat kerusuhan Mei 98," tegas Kivlan.
Dan dengan dicabutnya Dwi Fungsi ABRI, lanjut Kivlan, tugas keamanan diserahkan kepada Polri. Sedangkan TNI bertugas memperkuat sistem pertahanan, baik dari ancaman dalam negeri maupun luar negeri.
Sistem pertahanan itu, masih kata dia, akan menjadi kuat maka perlu melibatkan seluruh warga negara sehingga dikenal dengan istilah Hankamrata. "Faktanya, hingga kini bangsa ini belum bisa melindungi seluruh Tumpah Darah Indonesia, bahkan lalu lintas udara kita dikuasai negara kecil seperti Singapura."
"Karena itu, Indonesia ke depan memerlukan pemimpin yang tegas dan bisa melindungi seluruh Tumpah Darah Indonesia. Dari dua pasangan Capres dan Cawapres yang ada, menurut saya yang terbaik adalah Prabowo-Hatta," ungkap dia memuji.
Menurutnya, ancaman yang akan dihadapi Indonesia ke depan, datang dari negara-negara di belahan dunia utara. "Setelah diketahui, maka kita perlu melakukan pembangunan jangka panjang untuk memperbaiki sistem pertahanan dan keamanan agar sarana dan prasarana militer diperbaharui," katanya.
Sistem Alutsista di Indonesia, kata dia lagi, dibanding dengan Singapura, teknologinya kalah 30 tahun. "Sedangkan dengan Malaysia, teknologi kita kalah 15 tahun. Adalah salah besar jika seorang Capres menyalahkan kenapa militer kita beli Tank Leopard yang bisa merusak jalan. Padahal itu adalah bagian dari main battle tank supaya pertahanan Indonesia tak dipandang sebelah mata oleh negara-negara lain," tegas Kivlan.
Sumber: Merdeka.com
Hal ini diungkap Kivlan Zen yang juga Deputi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta dalam acara diskusi nasional bertema: "Pertahanan Keamanan, Energi, Politik, Ekonomi Sosial dan Budaya dalam Kerangka NKRI" sekaligus acara buka puasa bersama di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (1/7).
Menurut purnawirawan TNI kelahiran Langsa, Aceh, 24 Desember 1946 silam ini, para jenderal senior di tubuh TNI AD, tidak suka dengan Prabowo, karenakan mantan Danjen Kopassus itu bersama alumni Akabri tahun 1971 ke atas, mendukung penuh tampuk kepemimpinan nasional diserahkan kepada sipil atau menghapus Dwi Fungsi ABRI ketika Pemerintah Indonesia kembali stabil.
Dan sesuai rencana, pengelolaan negara oleh sipil itu akan dilakukan setelah tahun 2002. Namun, sebelum rencana itu terwujud, rakyat Indonesia sudah tidak sudi dipimpin oleh Presiden Soeharto. Peristiwa Mei 98-pun pecah.
Soeharto lengser saat reformasi digemakan para mahasiswa pro demokrasi dan elemen masyarakat. "Tapi para jenderal di bawah komando Jendral Wiranto tidak suka dengan wacana tersebut, sehingga berusaha mati-matian mempertahankan Dwi Fungsi ABRI."
"Makanya pasca-kepemimpinan Pak Harto (Soeharto) yang digantikan Pak Habibie (BJ Habibie), Wiranto cs terus berusaha menyingkirkan Prabowo dengan segala cara. Saya ini saksi hidup kalau Prabowo tak terlibat kerusuhan Mei 98," tegas Kivlan.
Dan dengan dicabutnya Dwi Fungsi ABRI, lanjut Kivlan, tugas keamanan diserahkan kepada Polri. Sedangkan TNI bertugas memperkuat sistem pertahanan, baik dari ancaman dalam negeri maupun luar negeri.
Sistem pertahanan itu, masih kata dia, akan menjadi kuat maka perlu melibatkan seluruh warga negara sehingga dikenal dengan istilah Hankamrata. "Faktanya, hingga kini bangsa ini belum bisa melindungi seluruh Tumpah Darah Indonesia, bahkan lalu lintas udara kita dikuasai negara kecil seperti Singapura."
"Karena itu, Indonesia ke depan memerlukan pemimpin yang tegas dan bisa melindungi seluruh Tumpah Darah Indonesia. Dari dua pasangan Capres dan Cawapres yang ada, menurut saya yang terbaik adalah Prabowo-Hatta," ungkap dia memuji.
Menurutnya, ancaman yang akan dihadapi Indonesia ke depan, datang dari negara-negara di belahan dunia utara. "Setelah diketahui, maka kita perlu melakukan pembangunan jangka panjang untuk memperbaiki sistem pertahanan dan keamanan agar sarana dan prasarana militer diperbaharui," katanya.
Sistem Alutsista di Indonesia, kata dia lagi, dibanding dengan Singapura, teknologinya kalah 30 tahun. "Sedangkan dengan Malaysia, teknologi kita kalah 15 tahun. Adalah salah besar jika seorang Capres menyalahkan kenapa militer kita beli Tank Leopard yang bisa merusak jalan. Padahal itu adalah bagian dari main battle tank supaya pertahanan Indonesia tak dipandang sebelah mata oleh negara-negara lain," tegas Kivlan.
Sumber: Merdeka.com
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Apa hari ini /
home
dengan judul Di balik perseteruan Wiranto dan Prabowo. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://triwahyuweb.blogspot.com/2014/07/di-balik-perseteruan-wiranto-dan-prabowo.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - Wednesday, 2 July 2014
Belum ada komentar untuk "Di balik perseteruan Wiranto dan Prabowo"
Post a Comment